Sabtu, 07 April 2012

Sejarah dan Periodesasi Sastra

Oleh : 
Muhsyanur Syahrir

A. Sejarah Sastra di Indonesia

Sejarah sastra adalah ilmu yang memperlihatkan perkembangan karya sastra dari waktu ke waktu. Sejarah sastra bagian dari ilmu sastra yaitu ilmu yang mempelajari tentang sastra dengan berbagai permasalahannya. Di dalamnya mencakup teori sastra, sejarah sastra dan kritik sastra, di mana ketiga hal tersebut saling berkaitan.
Selanjutnya (Todorov; 1985: 61) mengatakan bahwa tugas sejarah sastra sebagai berikut :
1. Meneliti keragaman setiap kategori sastra.
2. Meneliti jenis karya sastra baik secara diakronis.
3. Maupun secara sinkronis.
4. Menentukan kaidah keragaman peralihan sastra dari satu masa ke masa berikutnya.
Kepulauan Nusantara yang terletak di antara Benua Asia dan Australia dan diantara Samudra Hindia/ Indonesia dengan Samudra Pasifik/ Lautan Teduh, dihuni oleh beratus-ratus suku bangsa yang masing-masing mempunyai sejarah, kebudayaan, adat istiadat dan bahasa sendiri-sendiri.
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu yaitu salah satu bahasa daerah di Nusantara. Bahasa Melayu digunakan oleh masyarakat Melayu yang berada di Pantai Timur Pulau Sumatera.
Kerajaan Melayu yang berpusat di daerah Jambi, pada pertengahan abad ke-7 (689-692) dikuasai oleh Sriwijaya yang beribu kota di daerah Palembang sekarang ini.
1. Kesusastraan Melayu Klasik
Sastra Melayu Klasik tidak dapat digolongkan berdasarkan jangka waktu tertentu karena hasil karyanya tidak memperlihatkan waktu. Semua karya berupa milik bersama. Karena itu, penggolongan biasanya berdasarkan atas : bentuk, isi, dan pengaruh asing.

a. Kesusastraan Rakyta (Kesusastraan Melayu Asli)
Kesusastraan rakyat / kesusastraan melayu asli, hidup di tengah-tengah masyarakat. Cerita itu diturunkan dari orang tua kapada anaknya, dari nenek mamak kepada cucunya, dari pencerita kepada pendengar. Penceritaan ini dikenal sebagai sastra lisan (oral literature).
Kesusastraan yang tumbuh tidak terlepas dari kebudayaan yang ada pada waktu itu. Pada masa Purba (sebelum kedatangan agama Hindu, Budha dan Islam) kepercayaan yang dianut masyarakat adalah animisme dan dinamisme. Karena itu, cerita mereka berhubungan dengan kepercayaan kepada roh-roh halus dan kekuatan gaib yang dimilikinya. Misalnya :
1) cerita asal-usul;
2) cerita binatang;
3) cerita jenaka;
4) cerita Pelipur lara.

b. Pengaruh Hindu dalam Kesusastraan Melayu
Pengaruh Hindu Budha di Nusantara sudah sejak lama. Menurut J.C. Leur (Yock Fang :1991:50) yang menyebarkan agama Hindu di Melayu adalah para Brahmana. Mereka diundang oleh raja untuk meresmikan yang menjadi ksatria. Kemudian dengan munculnya agama Budha di India maka pengaruh India terhadap bangsa Melayu semakin besar. Apalagi agama Budha tidak mengenal kasta, sehingga mudah beradaptasi dengan masyarakat Melayu.

- Epos India dalam kesusastraan Melayu

Ramayana : cerita Ramayana sudah dikenal lama di Nusantara. Pada zaman pemerintahan Raja Daksa (910-919) cerita rama diperlihatkan di relief-relief Candi Loro Jonggrang. Pada tahun 925 seorang penyair telah menyalin cerita Rama ke dalam bentuk puisi Jawa yaitu Kakimpoi Ramayana. Lima ratus tahun kemudian cerita Rama dipahat lagi sebagai relief Candi Penataran. Dalam bahasa Melayu cerita Rama dikenal dengan nama Hikayat Sri Rama yang terdiri atas dua versi : 1) Roorda van Eysinga (1843) dan W.G. Shelabear.
Mahabarata : Bukan hanya sekadar epos tetapi sudah menjadi kitab suci agama Hindu. Dalam sastra melayu Mahabarata dikenal dengan nama Hikayat Pandawa. Dalam sastra jawa pengaruh Mahabarata paling tampak dari cerita wayang.

c. Kesusastraan Zaman peralihan Hindu-Islam, dan Pengaruh Islam.
Sastra zaman peralihan adalah sastra yang lahir dari pertemuan sastra yang berunsur Hindu dengan sastra yang berunsur Islam didalamnya. Contoh karya-karya sastra yang masuk dalam masa ini adalah ; Hikayat Puspa Raja, Hikayat Parung Punting, Hikayat Lang-lang Buana, dan sebagainya.
Sastra pengaruh Islam adalah karya sastra yang isinya tentang ajaran agama Islam yang harus dilakukan oleh penganut agama Islam. Contoh karya : Hikayat Nur Muhammad, Hikayat Bulan Berbelah, Hikayat Iskandar Zulkarnaen dan sebagainya.
Perkembangan agama Islam yang pesat di Nusantara sebenarnya bertalian dengan perkembangan Islam di dunia. Pada tahun 1198 M. Gujarat ditaklukkan oleh Islam. Melalui Perdagangan oleh bangsa Gujarat, Islam berkembang jauh sampai ke wilayah Nusantara. Pada permulaan abad ke-13 Islam berkembang pesat di Nusantara.
Pada abad ke-16 dan ke-17 kerajaan-kerajaan di Nusantara satu persatu menjadi wilayah jajahan bangsa Eropa yang pada mulanya datang ke Nusantara karena mau memiliki rempah-rempah.
d. Kesusastraan Masa Peralihan : Perkembangan dari Melayu Klasik ke Melayu Modern
Pada masa ini perkembangan antara kesusastraan Melayu Klasik dan kesusastraan Melayu Modern peralihannya dilihat dari sudut isi dan bahasa yang digunakan oleh pengarangnya. Dua orang tokoh yang dikenal dalam masa peralihan ini adalah Raja Ali Haji dari pulau Penyengat, Kepulauan Riau, dan Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi dari Malaka.
Contoh karya Abdullah : Hikayat Abdullah, Syair Singapura dimakan Api, ia juga menerjemahkan Injil ke dalam bahasa melayu.

Contoh Gurindam Raja Ali Haji :

Gurindam pasal pertama

Barang siapa tidak memegang agama
Sekali-kali tidakkan boleh dibilangkan nama

Barang siapa mengenal yang empat
Ia itulah orang yang makrifat
Barang siapa mengenal Allah
Suruh dan tengahnya tiada ia menyalah
Barang siapa mengenal dunia
tahulah ia barang yang terperdaya
Barang siapa mengenal akhirat
Tahulah ia dunia mudarat
Kurang fikir, kurang siasat
Tinta dirimu kelah tersesat
Fikir dahulu sebelum berkata
Supaya terlelah selang sengketa
Kalau mulut tajam dan kasar
Boleh ditimpa bahaya besar
Jika ilmu tiada sempurna
Tiada berapa ia berguna.


2. Kesusastraan Melayu Modern
Pada masa Melayu Modern ini merupakan lahirnya Kesusastraan Indonesia Modern. Jika menggunakan analogi ¨Sastra ada setelah bahasa ada¨ maka kesusastraan Indonesia baru ada mulai tahun 1928. Karena nama ¨bahasa Indonesia¨ secara politis baru ada setelah bahasa Melayu di diikrarkan sebagai bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928 yang dikenal dengan Sumpah Pemuda.
Namun menurut Ayip Rosidi dan A. Teeuw, Kesusastraan Indonesia Modern ditandai dengan rasa kebangsaan pada karya sastra. Contohnya seperti : Moh. Yamin, Sanusi Pane, Muh. Hatta yang mengumumkan sajak-sajak mereka pada majalah Yong Sumatera sebelum tahun 1928.
Bertolak pada kesepakatan ahli yang menyatakan bahwa sastra Indonesia berawal pada roman-roman terbitan Balai Pustaka pada tahun 1920-an, sejarahnya hingga sekarang terhitung masih sangat muda, sekitar 80 tahun. Karena itu, diperlukan buku-buku sejarah sastra yang bisa dirujuk pelajar, mahasiswa, peminat, dan ahli sastra.
Oleh karena itu, wajarlah apabila perjalanan sejarah sastra Indonesia dibagi-bagi dengan mempertimbangkan momentum perubahan sosial dan politik, seperti tampak dalam buku Ajip Rosidi (1968). Pembagian yang lebih rinci dengan angka tahun menjadi 1900-1933, 1933-1942, 1942-1945, 1945-1953, 1953-1961, dan 1961-1967 dengan warna yang berbeda sebagaimana tampak pada sejumlah karya-karya sastra yang penting. Kemudian pada periode 1961-1967 tampak menonjol warna perlawanan dan perjuangan untuk mempertahankan martabat, sedangkan sesudahnya tampak warna percobaan dan penggalian berbagai kemungkinan pengucapan sastra.
Format baru kalau momentum sosial-politik masih dipergunakan sebagai ancangan periodisasi sejarah sastra Indonesia 1900-2000, mungkin saja tercatat format baru dengan menempatkan tiga momentum besar sebagai tonggak-tonggak pembatas perubahan sosial, politik, dan budaya, yaitu proklamasi kemerdekaan 17 Agustus1945, geger politik dan tragedi nasional 30 September 1965, dan reformasi politik 21 Mei 1998.
Analisis struktural Umar Yunus tentang perkembangan puisi Indonesia dan Melayu modern (Bhratara, Jakarta, 1981) dan telaah struktural tentang novel Indonesia (University of Malaysia, Kuala Lumpur, 1974) barangkali dapat dipergunakan sebagai rujukan untuk menjelaskan perubahan-perubahan tersebut.
Dengan mempertimbangkan ketiga momentum tersebut maka diperoleh empat masa perjalanan sejarah sastra Indonesia, yaitu masa pertama mencakup tahun 1900-1945, masa kedua mencakup tahun 1945-1965, masa ketiga mencakup tahun 1965-1998, dan masa keempat yang dimulai pada tahun 1998 hingga waktu yang belum dapat diperhitungkan.
Dengan meminjam baju politik yang dianggap populer dan tetap mempertimbangkan nasionalisme maka penamaan keempat masa perjalanan sastra Indonesia itu bisa menghasilkan tawaran sebagai berikut: Masa Pertumbuhan atau Masa Kebangkitan dapat dipergunakan untuk mewadahi kehidupan sastra Indonesia tahun 1900-1945 dengan alasan bahwa pada masa itu telah tumbuh nasionalisme yang juga tampak dalam sejumlah karya sastra, seperti sajak-sajak Rustam Efendi, Muhamad Yamin, Asmara Hadi dan lain-lain. Yang jelas, pada masa itu perkembangan karya sastra yang sebagian sudah bersemangat Indonesia dan sekarang memang tercatat sebagai modal awal khazanah sastra Indonesia.
Masa Pemapanan dapat dimanfaatkan untuk mewadahi kehidupan sastra Indonesia tahun 1965-1998 dengan alasan pada masa itu terjadi pemapanan berbagai sistem: sosial, politik, penerbitan, dan pendidikan yang dampaknya tampak juga di bidang sastra Indonesia. Mengingat besarnya muatan sejarah sastra Indonesia itu maka diperlukan pembagian sejarah pertumbuhan dan perkembangannya menjadi empat masa seperti tersebut sebelumny, yaitu (1) masa pertumbuhan atau masa kebangkitan yang disebutkan sebelumnya dengan angka tahun 1900-1945, (2) masa pergolakan atau masa revolusi dengan angka tahun 1945-1965, (3) masa pemapanan dengan angka tahun 1965-1998, dan (4) masa pembebasan dengan angka tahun 1998-sekarang.
B. Periodisasi Sastra Indonesia
Ada beberapa pendapat tentang periodisasi sastra Indonesia, Penyusun mengambil dua diantaranya :
1. Menurut Nugroho Notosusanto
a. Kesusastraan Melayu Lama
1) Kesusastraan Indonesia Modern.
Zaman Kebangkitan : Periode 1920, 1933, 1942, 1945.
2) Zaman Perkembangan : Periode 1945, 1950 sampai sekarang.
2. Menurut Simomangkir Simanjuntak
a. Kesusastraan Masa Lama/ Purba : sebelum datangnya pengaruh hindu.
b. Kesusastraan Masa Hindu/ Arab : mulai adanya pengaruh hindu sampai dengan kedatangan agama Islam.
c. Kesusastraan Masa Islam.
d. Kesusastraan Masa Baru.
1) Kesusastraan Masa Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi
2) Masa Balai Pustaka
3) Masa Pujangga Baru
4) Kesusastraan Masa Mutakhir : 1942 hingga sekarang.
Berdasarkan urutan waktu, maka sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan yaitu :

1. Angkatan Pujangga Lama
Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya satra di Indonesia didominasi oleh
syair, pantun, gurindam dan hikayat.
Karya Sastra Pujangga Lama :
• Sejarah Melayu
• Hikayat Abdullah - Hikayat Andaken Penurat - Hikayat Bayan Budiman - Hikayat Djahidin - Hikayat Hang Tuah - Hikayat
Kadirun - Hikayat Kalila dan Damina - Hikayat Masydulhak - Hikayat Pandja Tanderan - Hikayat Putri Djohar Manikam – Hikayat Tjendera Hasan - Tsahibul Hikayat.
• Syair Bidasari - Syair Ken Tambuhan - Syair Raja Mambang Jauhari - Syair Raja Siak dan
• Berbagai Sejarah, Hikayat, dan Syair lainnya.

2. Angkatan Sastra Melayu Lama
Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 - 1942, yang berkembang di lingkungan masyarakat Sumatera seperti "Langkat, Tapanuli, Padang, dan daerah Sumatera lainnya", Cina dan masyarakat Indo-Eropa.
Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel Barat.
“Karya Sastra "Melayu Lama"
•Robinson Crusoe (terjemahan)
•Lawan-lawan Merah
•Mengelilingi Bumi dalam 80 hari (terjemahan)
•Graaf de Monte Cristo (terjemahan)
•Kapten Flamberger (terjemahan)
•Rocambole (terjemahan)
•Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo)
•Bunga Rampai oleh A.F van Dewall
•Kisah Perjalanan Nakhoda Bontekoe
•Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan
•Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lainnya
•Cerita Siti Aisyah oleh H.F.R Kommer (Indo)
•Cerita Nyi Paina
•Cerita Nyai Sarikem
•Cerita Nyonya Kong Hong Nio
•Nona Leonie
•Warna Sari Melayu oleh Kat S.J
•Cerita Si Conat oleh F.D.J. Pangemanan
•Cerita Rossina
•Nyai Isah oleh F. Wiggers
•Drama Raden Bei Surioretno
•Syair Java Bank Dirampok
•Lo Fen Kui oleh Gouw Peng Liang
•Cerita Oey See oleh Thio Tjin Boen
•Tambahsia
•Busono oleh R.M.Tirto Adhi Soerjo
•Nyai Permana
•Hikayat Siti Mariah oleh Hadji Moekti (indo), dan masih ada
sekitar 3000 judul karya sastra Melayu-Lama lainnya.

3. Angkatan Balai Pustaka
Karya sastra di Indonesia sejak tahun 1920 - 1950, yang dipelopori oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam, dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.
Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh
sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar).
Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura.
Pengarang dan karya sastra Angkatan Balai Pustaka :
•Merari Siregar
- Azab dan Sengsara: kissah kehidoepan seorang gadis (1921)
- Binasa kerna gadis Priangan (1931)
- Tjinta dan Hawa Nafsu
•Marah Roesli
- Siti Nurbaya
- La Hami
- Anak dan Kemenakan
•Nur Sutan Iskandar
- Apa Dayaku Karena Aku Seorang Perempuan
- Hulubalang Raja (1961)
- Karena Mentua (1978)
- Katak Hendak Menjadi Lembu (1935)
•Abdul Muis
- Pertemuan Djodoh (1964)
- Salah Asuhan
- Surapati (1950)
•Tulis Sutan Sati
- Sengsara Membawa Nikmat (1928)
- Tak Disangka
- Tak Membalas Guna
- Memutuskan Pertalian (1978)
•Aman Datuk Madjoindo
- Menebus Dosa (1964)
- Si Tjebol Rindoekan Boelan (1934)
- Sampaikan Salamku Kepadanya
•Suman Hs.
- Kasih Ta' Terlarai (1961)
- Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)
- Pertjobaan Setia (1940)
•Adinegoro
- Darah Muda
- Asmara Jaya
- Sutan Takdir Alisjahbana
- Tak Putus Dirundung Malang
- Dian jang Tak Kundjung Padam (1948)
- Anak Perawan Di Sarang Penjamun (1963)
•Hamka
- Di Bawah Lindungan Ka'bah (1938)
- Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1957)
- Tuan Direktur (1950)
- Di dalam Lembah Kehidoepan (1940)
•Anak Agung Pandji Tisna
- Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1975)
- Sukreni Gadis Bali (1965)
- I Swasta Setahun di Bedahulu (1966)
•Said Daeng Muntu
- Pembalasan
- Karena Kerendahan Boedi (1941)

•Marius Ramis Dayoh
- Pahlawan Minahasa (1957)
- Putra Budiman: Tjeritera Minahasa (1951)
Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai Raja Pengarang Balai Pustaka oleh sebab banyaknya karya tulisnya pada masa tersebut.

4. Angkatan Pujangga Baru
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi "bapak" sastra modern Indonesia.
Pada masa itu, terbit pula majalah "Poedjangga Baroe" yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu 1. Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah dan; 2. Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yangdimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.

Penulis dan karya sastra Pujangga Baru :

•Sutan Takdir Alisjahbana
- Layar Terkembang (1948)
- Tebaran Mega (1963)
•Armijn Pane
- Belenggu (1954)
- Jiwa Berjiwa
- Gamelan Djiwa - kumpulan sajak (1960)
- Djinak-djinak Merpati - sandiwara (1950)
- Kisah Antara Manusia - kumpulan cerpen (1953)
•Tengku Amir Hamzah
- Nyanyi Sunyi (1954)
- Buah Rindu (1950)
- Setanggi Timur (1939)
•Sanusi Pane
- Pancaran Cinta (1926)
- Puspa Mega (1971)
- Madah Kelana (1931/1978)
- Sandhyakala ning Majapahit (1971)
- Kertadjaja (1971)
•Muhammad Yamin
- Indonesia, Toempah Darahkoe (1928)
- Kalau Dewi Tara Sudah Berkata
- Ken Arok dan Ken Dedes (1951)
- Tanah Air
•Roestam Effendi
- Bebasari: toneel dalam 3 pertundjukan (1953)
- Pertjikan Permenungan (1953)
•Selasih
- Kalau Ta' Oentoeng (1933)
- Pengaruh Keadaan (1957)
- J.E.Tatengkeng
- Rindoe Dendam (1934)

5. Angkatan 1945
Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan '45. Karya sastra
angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik - idealistik.
Penulis dan karya sastra Angkatan '45 :
•Chairil Anwar
- Kerikil Tadjam (1949)
- Deru Tjampur Debu (1949)
•Asrul Sani, Rivai Apin Chairil Anwar
- Tiga Menguak Takdir (1950)
•Idrus
- Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948)
- Aki (1949)
- Perempuan dan Kebangsaan
•Pramoedya Ananta Toer
- Bukan Pasar Malam (1951)
- Ditepi Kali Bekasi (1951)
- Gadis Pantai
- Keluarga Gerilja (1951)
- Mereka jang Dilumpuhkan (1951)
- Perburuan (1950)
- Tjerita dari Blora (1963)
•Mochtar Lubis
- Tidak Ada Esok (1982)
- Djalan Tak Ada Udjung (1958)
- Si Djamal (1964)
•Achdiat K. Mihardja
- Atheis - 1958
•Trisno Sumardjo
- Katahati dan Perbuatan (1952)
- Terjemahan karya W. Shakespeare: Hamlet, Impian di tengah Musim, Macbeth, Raja Lear, Romeo dan Julia, SaudagarVenezia, dll.
•M.Balfas
- Lingkaran-lingkaran Retak, kumpulan cerpen (1978)
•Utuy Tatang Sontani
- Suling (1948)
- Tambera (1952)
- Awal dan Mira - drama satu babak (1962)

6. Angkatan 1950 - 1960-an
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya
sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan
diteruskan dengan majalah sastra lainnya.
Pada angkatan ini muncul gerakan komunis di kalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat
(Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan di antara
kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960, menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk
ke dalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G 30 S PKI di Indonesia.
Penulis dan karya sastra Angkatan 50-60-an Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada akhir dekade 80-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya
Barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran Timur.
•Ajip Rosidi
- Cari Muatan
- Di tengah Keluarga (1956)
- Pertemuan Kembali (1960
- Sebuah Rumah Buat Hari Tua
- Tahun-tahun Kematian (1955)
•Ali Akbar Navis
- Bianglala: kumpulan tjerita pendek (1963)
- Hudjan Panas (1963)
- Robohnja Surau Kami: 8 tjerita pendek pilihan (1950)
•Bokor Hutasuhut
- Datang Malam (1963)
•Enday Rasidin
- Surat Cinta
•Nh. Dini
- Dua Dunia (1950)
- Hati jang Damai (1960)
•Nugroho Notosusanto
- Hujan Kepagian (1958)
- Rasa Sajangé (1961)
- Tiga Kota (1959)
•Ramadhan K.H
- Api dan Si Rangka
- Priangan si Djelita (1956)
•Sitor Situmorang
- Dalam Sadjak (1950)
- Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954)
- Pertempuran dan Saldju di Paris (1956)
- Surat Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953)
- Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955)
•Subagio Sastrowardojo
- Simphoni (1957)
•Titis Basino
- Pelabuhan Hati (1978)
- Dia, Hotel, Surat Keputusan (cerpen) (1963)
- Lesbian (1976)
- Bukan Rumahku (1976)
- Pelabuhan Hati (1978)
- Di Bumi Aku Bersua di Langit Aku Bertemu (1983)
- Trilogi: Dari Lembah Ke Coolibah (1997); Welas Asih
- Merengkuh Tajali (1997); Menyucikan Perselingkuhan (1998)
- Aku Supiah Istri Wardian (1998)
- Tersenyumpun Tidak Untukku Lagi (1998)
- Terjalnya Gunung Batu (1998)
- Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah (1998)
- Rumah Kaki Seribu (1998)
- Tangan-Tangan Kehidupan (1999)
- Bila Binatang Buas Pindah Habitat (1999)
- Mawar Hitam Milik Laras (1999)
•Toto Sudarto Bachtiar
- Suara : kumpulan sadjak 1950-1955 (1962)
- Etsa, sadjak-sadjak (1958)
•Trisnojuwono
- Angin Laut (1958)
- Dimedan Perang (1962)
- Laki-laki dan Mesiu (1951)
•W.S. Rendra
- Balada Orang Tertjinta (1957)
- Empat Kumpulan Sajak (1961)
- Ia Sudah Bertualang dan tjerita-tjerita pendek lainnja (1963)

7. Angkatan 1966 - 1970-an
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan
ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra, munculnya karya sastra beraliran
surrealistik, arus kesadaran, arketip, absurd, dan lain-lain. Pada masa angkatan ini di Indonesia, Penerbit Pustaka Jaya sangat
banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa angkatan ini. Sastrawan pada akhir angkatan yang
lalu termasuk juga dalam kelompok ini seperti Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur
Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra
Indonesia, H. B. Jassin.
Seorang sastrawan pada angkatan 50-60-an yang mendapat tempat pada angkatan ini adalah Iwan Simatupang. Pada
masanya, karya sastranya berupa novel, cerpen, dan drama kurang mendapat perhatian bahkan sering menimbulkan
kesalah-pahaman, ia lahir mendahului zamannya.
Beberapa sastrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Akhudiat,
Darmanto Jatman, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi,
Wing Kardjo, Taufik Ismail dan banyak lagi yang lainnya.
Karya Sastra Angkatan '66 :
•Sutardji Calzoum Bachri
- O
- Amuk
- Kapak
•Abdul Hadi WM
- Laut Belum Pasang – (kumpulan puisi)
- Meditasi – (kumpulan puisi)
- Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur – (kumpulan puisi)
- Tergantung Pada Angin – (kumpulan puisi)
- Anak Laut Anak Angin – (kumpulan puisi)
•Sapardi Djoko Damono
- Dukamu Abadi – (kumpulan puisi)
- Mata Pisau dan Akuarium – (kumpulan puisi)
- Perahu Kertas – (kumpulan puisi)
- Sihir Hujan – (kumpulan puisi)
- Hujan Bulan Juni – (kumpulan puisi)
- Arloji – (kumpulan puisi)
- Ayat-ayat Api – (kumpulan puisi)
•Goenawan Mohamad
- Interlude
- Parikesit
- Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang – (kumpulan esai)
- Asmaradana
- Misalkan Kita di Sarajevo
•Umar Kayam
- Seribu Kunang-kunang di Manhattan
- Sri Sumarah dan Bawuk – (kumpulan cerita pendek)
- Lebaran di Karet, di Karet - (kumpulan cerita pendek)
- Pada Suatu Saat di Bandar Sangging
- Kelir Tanpa Batas
- Para Priyayi
- Jalan Menikung
•Danarto
- Godlob
- Adam Makrifat
- Berhala
•Putu Wijaya
- Telegram
- Stasiun
- Pabrik
- Gres – Putu Wijaya
- Bom
- Aduh – (drama)
- Edan – (drama)
- Dag Dig Dug – (drama)
•Iwan Simatupang
- Ziarah
- Kering
- Merahnya Merah
- Koong
- RT Nol / RW Nol – (drama)
- Tegak Lurus Dengan Langit
•Arifin C. Noer
- Tengul – (drama)
- Sumur Tanpa Dasar – (drama)
- Kapai Kapai – (drama)
•Djamil Suherman
- Sarip Tambak-Oso
- Umi Kulsum – (kumpulan cerita pendek)
- PerjaLanan ke Akhirat
- Sakerah

8. Angkatan 1980 - 1990-an
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan
sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Majalah Horison tidak ada lagi, karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas di berbagai majalah dan penerbitan umum.
Beberapa sastrawan yang dapat mewakili Angkatan dekade 80-an ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Kurniawan Junaidi. Karya Sastra Angkatan Dasawarsa 80-an Antara lain adalah: -Badai Pasti Berlalu, - Cintaku di Kampus Biru, - Sajak Sikat Gigi, - Arjuna Mencari Cinta, - Manusia Kamar, dan – Karmila. Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita, karyanya bertolak belakang dengan novel-novel lainnya.
Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad 19 di mana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 80-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya. Namun, yang tidak boleh dilupakan, pada era 80-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop (tetapi tetap sah disebut sastra, jika sastra dianggap sebagai salah satu alat komunikasi), yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori
oleh Hilman dengan Serial Lupus-nya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih "berat".
Budaya Barat dan konflik-konfliknya sebagai tema utama cerita terus memengaruhi sastra Indonesia sampai tahun 2000.

9. Angkatan Reformasi
Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke B.J. Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (GusDur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang Sastrawan Angkatan Reformasi. Munculnya angkatan ini
ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya
seputar Reformasi. Di rubrik sastra Harian Republika, misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik.
Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran karya-karya sastra puisi, cerpen, dan novel pada saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda dan Acep Zamzam Noer, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik mereka.

10. Angkatan 2000-an
Setelah wacana tentang lahirnya Sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki 'juru bicara', Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya Sastrawan Angkatan
2000.
Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta, tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami, dan Dorothea Rosa Herliany.
•Abidah el Khalieqy
•Afrizal Malna
•Ahmad Nurullah
•Ahmad Syubanuddin Alwy
•Ahmadun Yosi Herfanda adalah salah seorang penyair yang dimasukkan oleh Korrie Layun Rampan ke dalam Angkatan
2000, tapi ia sebenarnya telah banyak menulis sajak sejak awal 1980-an.
•Ayu Utami dengan karyanya Saman, sebuah fragmen dari cerita Laila Tak Mampir di New York. Karya ini menandai awal
bangkitnya kembali sastra Indonesia setelah hampir 20 tahun. Gaya penulisan Ayu Utami yang terbuka, bahkan vulgar,
itulah yang membuatnya menonjol dari pengarang-pengarang yang lain. Novel lain yang ditulisnya adalah Larung, lanjutan dari cerita Saman.
•Dorothea Rosa Herliany
•Seno Gumira Ajidarma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar